RUU TNI: Revisi atau Vandalisme Demokrasi..?

Opini114 Dilihat

MAKASSAR, VIRAL – Revisi undang-undang merupakan bagian dari dinamika hukum yang bertujuan untuk menyesuaikan regulasi dengan perkembangan zaman. Namun, pertanyaannya adalah, apakah revisi Undang-Undang TNI (RUU TNI) saat ini benar-benar kebutuhan mendesak atau justru menjadi ancaman bagi demokrasi?

Saat ini, rencana revisi UU TNI yang sedang dibahas DPR menuai kontroversi di tengah masyarakat. Pasalnya, UU TNI yang berlaku saat ini masih dianggap relevan dan efektif dalam mengatur peran serta kewenangan militer di era modern. Jika revisi dilakukan tanpa alasan yang benar-benar urgen, maka ada kekhawatiran bahwa proses ini lebih didorong oleh kepentingan tertentu, bukan demi kepentingan negara dan rakyat.
Vandalisme Demokrasi dalam Revisi UU TNI
Vandalisme demokrasi adalah tindakan yang merusak prinsip-prinsip demokrasi, baik secara langsung maupun terselubung. Jika revisi UU TNI dilakukan tanpa transparansi, mengesampingkan partisipasi publik, atau justru mengarah pada pelemahan supremasi sipil, maka hal ini dapat dikategorikan sebagai bentuk vandalisme terhadap demokrasi.
Beberapa indikasi yang patut diwaspadai dalam revisi ini antara lain:
• Menghidupkan Dwi Fungsi ABRI Secara Terselubung
• Jika revisi membuka peluang bagi militer untuk kembali masuk ke ranah sipil atau pemerintahan tanpa pengawasan ketat, ini menjadi kemunduran demokrasi.
• Prinsip demokrasi menuntut supremasi sipil, di mana militer harus tunduk pada otoritas sipil yang terpilih secara demokratis.
• Menghilangkan Mekanisme Pengawasan Publik
• Jika revisi dilakukan tanpa partisipasi masyarakat, DPR, atau organisasi sipil, maka hal ini melanggar prinsip keterbukaan dan akuntabilitas.
• Demokrasi yang sehat harus menjamin adanya kontrol publik terhadap kebijakan yang berpotensi mengubah tatanan pemerintahan.
• Memperluas Wewenang TNI Tanpa Checks and Balances
• Jika revisi memberikan kewenangan lebih luas kepada militer dalam urusan politik, ekonomi, atau hukum tanpa sistem pengawasan yang kuat, ini dapat membuka peluang penyalahgunaan kekuasaan.
• Ketidakseimbangan ini berisiko menggeser posisi TNI dari tugas pertahanan menjadi aktor politik yang dapat mengancam demokrasi.
• Melemahkan Prinsip Negara Hukum
• Jika revisi UU TNI justru melindungi personel militer dari akuntabilitas hukum atau mengurangi keterlibatan mereka dalam peradilan umum, maka hal ini berpotensi melemahkan supremasi hukum.
• Hukum harus berlaku adil bagi semua, termasuk institusi militer.
Dampak Negatif terhadap Demokrasi
Jika revisi UU TNI mengarah pada pelemahan demokrasi, beberapa konsekuensi serius dapat terjadi, seperti:
• Kemunduran Demokrasi → Hilangnya pemisahan yang jelas antara ranah sipil dan militer.
• Pelemahan Hak Asasi Manusia (HAM) → Potensi meningkatnya pelanggaran HAM akibat wewenang militer yang lebih luas tanpa pengawasan yang memadai.
• Ketidakpercayaan Publik → Masyarakat bisa kehilangan kepercayaan pada pemerintah jika revisi lebih berpihak pada kepentingan elite tertentu dibandingkan kepentingan rakyat.

Revisi UU TNI harus dilakukan dengan prinsip keterbukaan, melibatkan partisipasi publik, serta tetap menjunjung supremasi sipil dan hukum. Jika revisi dilakukan dengan tujuan memperkuat pertahanan negara secara demokratis, maka hal ini patut didukung. Namun, jika justru mengarah pada pelemahan demokrasi, maka publik berhak menolaknya.

OLEH: Miftahul Chaer Amiruddin,S.H.,M.H. (Konsultan Hukum)

Komentar